Sejarah Desa
- Legenda Desa (sasakala)
Desa Babakanraden adalah salah satu Desa dari 10 Desa yang ada diKecamatan Cariu. Kenapa Desa ini disebut Babakanraden, konon kabarnya sebelum jadi perkampungan saat ini Desa ini merupakan hutan Harendong dan hutan bambu, pertama kali yang mendiami Desa ini adalah seorang pangeran dari salah satu kerajaan di daerah Kuningan yang terusir karena perebutan kekuasaan. Sejalan dengan berjalannya waktu, maka sang pangeran ini sampailah di hutan Harendong, dengan dibantu para pengikutnya yang setia, sang pangeran membuka hutan Harendong tersebut (ngababakan) untuk dijadikan tempat tinggal sang pangeran yang di telah Embah Raden bersama istrinya Raden Surili dan para pengikutnya.
Jauh dari ambisi dan kekuasaan sang pangeran membuka hutan Harendong dan Hutan Bambumenjadikannya lahan pertanian, dengan kondisi lahan yang datar hutan tersebut menjadi pesawahan yang subur dengan diapit dua sungai besar saat ini disebut kali Cihoe dan Cibeet. Sejak saat itulah Desa babakanraden menjadi Desa yang agraris karena pencaharian masyarakatnya dari pertanian.
Dari cerita turun temurun kenapa Desa ini dikenal dengan nama Babakanraden, mungkin karena yang pertama kali membuka”ngababakan” adalah seorang pangeran dan bangsawan yang bergelar ditatar sunda dengan sebutan“Raden”dari kata ngababakan dan raden itulah menjadi “Babakanraden”.
- Terbentuknya Desa Babakanraden
Catatan sejarah Desa Babakanraden menerangkan pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1658-1920, Sang Pangeran bersama istirnya Raden Surili mendiami wilayah ini, dan mereka dikaruniai 3 Orang anak yaitu : (1) Embah Lajiah(2) Embah Nurkahfi (3) Embah Radiem, dari ketiga anaknya tersebut masing-masing memiliki karakter yang sangat jauh berbeda walaupun dengan orang tua kandung yang sama, antara lain perbedaan yang sangat mencolok dari ketiganya yaitu : Embah Lajiah lebih cendrung kepada hal-hal mistik dan pertanian, Embah Nurkahfi lebih cenderung kepada hal-hal rohani dan keagamaan (Dinul Islam), Sedangkan Embah Radiem lebih kepada hal-hal kedugalan (Kesaktian).
Suatu waktu Embah Raden dan Raden Surili kehilangan anak bungsungsunya yaitu Embah Radiem, karen hampir satu minggu tidak pulang ke tempat kediamannya, maka Embah Raden memerintahkan kedua anaknya Embah Lajiah dan Embah Nurkahfi untuk mencarinya, singkat waktu keduanya menemukan Embah Radiem sedang bertarung dengan sesorang, menurut cerita lawan bertarungnya Embah Radiem ini bernama : Ki Unaya yang berasal dari Banten, tempat pertarungan mereka sekarang ini dikenal Kampung Tegal Maung (Wilayah Desa Weninggalih Kecamatan Jonggol)
Pertarungan diantara mereka sudah dilakukan berhari-hari dan tidak ada yang kalah, sesampainya Embah Lajiah dan Embah Nurkahfi ke tempat pertarungan mereka sudah sampai satu minggu, menurut cerita setelah kedunya capai beristirahat dan selanjutnya melanjutkan pertarungan serta sebaliknya apabila keduanya capai berhenti dan beristirahat demikian kedua jagoan tersebut melakukan pertarungan.
Kedatangan kedua saudaranya di tempat pertarungan menambah nyali Embah Radiem untuk menuntaskan pertarungan dan menghabisi lawannya, dengan bantuan Embah Lajiah dan Embah Nurkahfi pada akhirnya Ki Unaya Tewas di tangan Embah Radiem. Tewasnya Ki Unaya terdengan oleh Renhaat Rehendshaf Baitenshard (Pemerintah Belanda di Bogor) dan ketiganya menjadi buronan Belanda.
Pada suatu waktu Embah Lajiah, Embah Nurkahfi dan Embah Radiem tertangkap Belanda dan ketiganya disidangkan dengan vonis hukum gantung, sebelum hukum gantung dilaksanakan Embah Nurkahfi meminta kepada pihak pemerintah Belanda ingin membuat kali dari Pamuruyan (saat ini Desa Balekambang Kecamatan Jonggol) sampai ke Babakanraden (saat ini Desa Babakanraden Kecamatan Cariu) semata-mata untuk memakmurkan anak dan cucu serta keturunannya, pihak Belanda menyutujui dan bahkan akan membayar 1 gayung setiap air yang mengalir 1 Benggol, dan membebaskan kukuman gantung dari ketiganya, dengan syarat harus selesai 1 (satu ) malam.Embah Nurkahfi menyanggupinya, konon katanya dengan kekuatan bathin dan spiritualnya dapat menyelesaikan kali tersebut tepat satu malam, sehingga saat ini kali tersebut disebut kali Cikumpeni dan merupakan salah satu situs sejarah di wilayah Kabupaten Bogor.
Setelah hukuman gantung dibebaskan ketiganya kembali lagi ke Babakanraden menghadap orang tua mereka Embah Raden dan Raden Surili, setelah sekian lama mereka akhirnya memilik isri dan anak, agar tidak terjadi perselisihan dari ketiga anaknya Embah Raden membagi wilayah kekuasaannya, (1) Embah Lajiah mendapatkan wilayah dengan batas sebelah timur Kali Cikumpeni sampai ke sebelah barat Kali Cihoe, (2) Embah Nurkahfi dari sebelah Barat Kali Cikumpeni sampai ke sebelah timur Kali Cibeet, (3) Embah Radien diberikan wilayah dari kali Cibeet kesebelah timur ( saat ini Desa Mulangsari Kabupaten Karawang)
Sejak saat itu telah terjadi pembagian wilayah oleh Embah Raden kepada ketiga anaknya, dan wilayah tersebut saat ini menjadi beberapa Desa dan Kecamatan seperti kesebelah Barat wilayah Embah Lajiah : Desa Tegal Panjang sebelum Pemekaran masuk wilayah Desa Cariu, Kesebelah timur wilayah Embah Radiem Desa Mulangsari Kabupaten Karawang.
Memasuki Tahun 1920, Embah Sahari menyatukan Dusun-dusun menjadi Desa, didasarkan kepada aspirasi rakyat dan keadaan yang dianggap telah memadai, dengan menyatukan dusun-dusun disebelah timur (Pada masa ini Desa Sukajadi), terbentukalah Desa Babakanraden dengan mengangkat Embah Sahari sebagai Kepala Desa. Wilayah Desa Babakanraden terangkum dalam wilayah kecamatan Cariu, batas wilayah Desa Babakanraden meliputi Utara Desa Ciratun (saat ini Desa Karangindah Kabupaten Bekasi, Sebelah selatan Desa Cariu, sebelah barat Desa Sirnagalih (saat ini Desa Sukagalih &Desa Weninggalih Kecamatan Jonggol), sebelah timur Desa Baged ( saat ini Desa Mulangsari Kabupaten Karawang)
RIWAYAT PERIODE KEPEMIMPINAN KEPALA DESA HINGGA SAAT INI
No |
Nama |
Tahun |
Keterangan |
1. |
Embah Sahari |
1920-1922 |
Pada Masa Jaman Penjajahan Belanda |
2 |
Embah Arinan |
1922-1923 |
|
3 |
Embah Saingin |
1923-1925 |
|
4 |
Embah Mikung |
1925-1926 |
|
5 |
Haji Enoh |
1926-1928 |
|
6 |
Aki Ota |
1928-1942 |
|
7 |
Aki Jakiran |
1945-1947 |
Pasca Kemerdekaan (era Nika) |
8 |
Saerip |
|
Hanya 6 (enam) bulan |
9 |
Madisa |
1948-1954 |
|
10 |
H. Tajudin |
1955-1982 |
|
11 |
Ujang Ma’mun |
1983-1984 |
|
12 |
H. Munir |
1985-1994 |
|
13 |
H. Utom |
1994-2008 |
Setelah Orde Baru (Reformasi) |
14 |
H. Misja Wijaya |
2008-sekarang |
|
Kebudayaan masyarakatDesa Babakanraden yang ada sejak zaman dulu diantaranya : Hajat Bumi berupa Sedekah atas Bumi sebagai ungkapan rasa syukur setelah panen raya.
Cagar Budaya yang ada diantaranya yaitu makam Embah Raden di Kampung Babakanraden, makam Embah Nurkahfi di Kampung Kaum, Makam Embah Lajiah di Kampung Bakan lajiah, makam embah Benteng di dusun Tegal Benteng, serta makam-makam tokoh masyarakat Desa Babakanraden lainnya.
Di Desa Babakanraden ada dua hal yang menjadi sangat terkenal dan menjadi potensi di Kabupaten Bogor yaitu padi sebagai lumbung padi di wilayah Kabupaten Bogor dan makanan tradisional gegeplak.
Wilayah Desa Babakanraden terangkum dalam wilayah Kecamatan Cariu, pada tahun 1984 Desa Babakanraden dimekarkan menjadi Desa Babakanraden dan Desa Sukajadi, meningkat jumlah penduduk dan luas wilayah geografis sudah cukup memenuhi persyaratan untuk dapat dimekarkan yang wilayahnya cukup luas.